Minggu, 04 Agustus 2019

Contoh Skenario Pengetahuan "Jembatan Ilmu"

- Judul  : Jembatan Ilmu
- Tema : Berguru pada buku
- Sinopsis
Anak perdesaan memiliki keinginan yang besar untuk membaca dan mengetahui apa saja tentang isi semesta. Namun terkadang keinginan itu hanya menjadi mimpi. Terutama anak-anak desa yang jauh dari peradaban informasi. Jauh dari segala informasi membuat mereka haus akan hiburan dan informasi. Buku-buku yang dibawa Mail lah yang menjadi pelepas dahaga pengetahuan yang selalu ditunggu. Mereka butuh kesempatan, fasilitas dan kemudahan untuk bisa mendapatkan buku-buku yang berkualitas.

- Naskah
1. Ext. Teras Rumah - Siang
Anak-anak sedang membuat mainan dan kerajinan. Anak laki-laki membuat mainan mobil-mobilan dan anak perempuan membuat bunga dari sedotan plastik. Buku menjadi guru bagi mereka.

2. Ext. Sebuah tempat – siang jelang sore
Setiap menjelang sore, usai membantu orangtua di sawah atau ladang, anak-anak perdesaan sering menghabiskan waktu di sebuah tanah kosong di pinggir desa. Anak perempuan bermain lompat karet dan anak laki-laki biasanya bermain bola. Sambil bermain anak-anak itu bersenda gurau.

3. Ext. jalanan – siang jelang sore
Sebuah motor butut yang dikendarai Mail perlahan namun pasti menyusuri jalan-jalan desa yang tak mulus. Ada kardus yang terikat kencang di atas jok belakang Mail.

4. Ext. Sebuah tempat – siang jelang sore
Dari kejauhan motor yang dikendarai Mail makin mendekat ke arah anak-anak yang sedang bermain. Piyan yang sedang asyik bermain menoleh ke arah Mail dan berteriak.
Piyan   : "Hoii…itu bang mail sudah datang"
Anak-anak sontak berhenti bermain dan segera berhamburan menyambut kedatangan Mail. Motor yang dikendarai Mail diparkirkan di bawah sebuah pohon rindang. Setelah motor terparkir dengan baik, Mail segera membuka tali yang mengikat kardus di jok belakang motornya. Karena tak sabar, anak-anak ikut juga membantu. Piyan yang paling sigap mengangkat kardus dan meletakkannya di tanah. Anak-anak lainnya langsung mengerubung. Mail geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
Mail : "Pelan-pelan ya, jangan sampai merusak buku-bukunya."
Hampir setiap minggu jika cuaca sedang bagus, Mail sering mengunjungi anak-anak perdesaan sambil membawakan mereka buku-buku. Di tanah kosong pinggir desa inilah setiap minggu Piyan cs selalu menunggu kedatangan Mail. Jauh dari segala informasi membuat mereka haus akan hiburan dan informasi. Buku-buku yang dibawa Mail inilah yang menjadi pelepas dahaga pengetahuan yang selalu tunggu.

5. Ext. Belakang rumah Piyan – pagi
Di belakang rumah panggung yang sederhana, Abah sedang menimba air dari sumur. Emak muncul dari dapur membawa baskom yang berisi piring-piring dan gelas kotor sisa makan tadi malam. Eni duduk dekat sumur. Abah menuang air ke dalam ember-ember yang sudah disiapkan Eni. Emak meletakkan baskom dan duduk dibangku kecil buatan abah.
Emak   : "Airnya makin lama kok makin keruh begini ya Bah?
Abah   :"Iya. Abah juga heran, padahal minggu kemarin baru saja Abah kuras."
Eni memperhatikan air di ember yang nampak keruh berwarna kecoklatan.

6. Ext. Sawah – Siang
Siang begitu terik. Di bawah pohon dekat sawah, Piyan duduk sendirian. sepeda bututnya dibiarkan tergeletak di tanah. Di bibirnya terselip sebatang rumput ilalang yang sedari tadi terus digerak-gerakkannya. Piyan sedang asyik membaca buku bekas yang ia pinjam dari pustakaan keliling bang Mail. Beberapa buku dongeng anak-anak tergeletak di sampingnya. Majalah yang dibacanya hanya dibolak balik saja. Pikiran Piyan melayang entah kemana.
Angin berhembus kencang, membuyarkan lamunan Piyan. Dia kembali membolak balikan buku. Sesekali pandangannya dibuang jauh ke depan. Piyan merasa damai menikmati hamparan sawah yang bergelombang indah ditiup angin. Padi-padi menguning keemasan. Sebentar lagi panen tiba. Di kejauhan, beberapa petani menyusuri pematang dengan tawa gembira. Suasana alam pedesaan inilah yang membuat Piyan betah.

7. Ext. Rumah Piyan – Malam
Sepulang dari mengaji, Piyan dan teman-temannya berjalan pulang. Sinar bulan dan lampu-lampu yang dipasang di depan tiap rumah menjadi penerang bagi mereka. Sampai di ujung jalan, Piyan dan Eni berbelok ke arah rumah.
Piyan   :" Kami duluan ya"
Rusli   : "Yan, besok kita kumpul di tempat biasa"
Sanip   : "Jangan lupa bawa buku dongeng yang kamu pinjam kemarin ya"
Piyan   : "ok boss!"
Piyan dan Eni langsung masuk ke dalam rumah. Rusli dan yang lainnya bergegas pulang ke rumah masing-masing.

 8. Ext. Sawah – Siang
Piyan masih duduk di bawah pohon di pinggir sawah. Tiba-tiba dikejauhan terdengar suara memanggil-manggil namanya. Rupanya dari arah pematang sawah, Rusli, Sanip dan Anwar berlari-lari menghampiri Piyan.
Rusli, Sanip, Anwar   : "Piyan,,,,piyan,,,hoiii
Sambil terengah-engah, Rusli, Sanip dan Anwar duduk di sebelah Piyan.
Rusli   : "Yan, buku dongeng anak-anak yang kamu pinjam kemarin, sudah selesai kamu baca belum?
Sanip  : "Setelah kamu, aku dulu ya Yan…!"
Rusli   :"Heh, aku dong, dari kemarinkan aku sudah bilang ke Bang Mail. Setelah Piyan aku yang mau pinjam.
Anwar  : "Gini aja.  Daripada kalian berebut, mending aku aja yang duluan"
Anwar mengambil buku dongeng di sebelah Piyan. Rusli dan Sanip tiba-tiba ikut berebut
Piyan   :" Heh, kalian jangan berebut gitu. Nanti bukunya robek"
Benar saja. Buku yang diperebutkan Rusli, Sanip dan Anwar robek.
Piyan   :"Nahkan, apa aku bilang."
Piyan segera mengambil robekan buku yang ada di tangan Rusli, sanip dan anwar. Mereka tampak tegang tak percaya apa yang sudah mereka perbuat.
Piyan   :"Waduh, gimana ini. Pasti bang Mail marah."
Burung-burung pemakan padi terbang. Menari-nari di langit. Sementara Piyan, Rusli, Sanip dan anwar terlihat cemas. Pikiran mereka juga terbang. Tapi entah kemana.

9. Ext. Sebuah tempat – Siang
Tidak seperti biasanya, lapangan tempat anak-anak bermain Nampak sepi. Padahal mereka ada di sana. Di bawah pohon anak-anak tampak duduk memutar. Diantara anak-anak itu, Piyan, Rusli, Sanip dan anwar yang terlihat begitu tegang. Tak lama suara motor Mail terdengar dari kejauhan. Mail heran. Tidak seperti biasanya kalo dia datang anak-anak pasti langsung menyerbu, tapi kali ini tidak. Setelah menurunkan kardus yang dibawanya, Mail langsung bergabung dengan anak anak.
Mail :"Loh, ada apa ini.. Kok kalian diam semua seperti patung hehehe,,,,
Mail coba merubah suasana. Tapi anak-anak tetap diam saling berpandangan dan tak merespon Mail.
Mail : "Ada apa Piyan?"
Mail bertanya pada Piyan. Karena Piyan anak yang paling menonjol diantara lainnya. Piyan ragu namun berusaha kuat dan memberanikan diri berdiri lalu menghampiri bang Mail. Ada bungkusan plastik di tangannya.
Piyan  : "Begini bang, ehhh..ehhh..Kami mau minta maaf….
Piyan ragu sambil menoleh ke arah Rusli, Sanip dan Anwar. Mereka juga terlihat gelisah.
Mail  :"Ada apa Piyan, coba ceritakan saja sama abang"
Piyan  :"Kalo saya berterus terang, abang jangan marah ya"
Mail mengangguk sambil tesenyum melihat tingkah yang aneh dari anak-anak.
Piyan  :"Buku dongeng yang kemarin saya pinjam, robek bang.
Piyan mengulurkan plastik kresek warna merah yang di dalamnya ada buku dongeng yang robek. Semua menunduk tak ada yang berani menatap bang Mail. Suasana hening dengan fikiranya masing-masing. Mail Cuma tersenyum. Diambilnya kresek di tangan Piyan. Dibuka kemudian dilihatnya buku dongeng yang robek itu.
Mail  : "Abang tidak marah.Nanti abang carikan lagi supaya kalian bisa bergantian membacanya kembali. Tapi ini pelajaran buat kita semua. Buat abang dan kalian semua, buku itu menjadi barang yang sangat penting dan berarti. Kalo di kota orang bisa dengan mudah mendapatkannya karena toko buku banyak dan mereka punya uang untuk membeli. Tapi buat kita, masih sulit. Oleh karena itu kita harus hati-hati menjaga dan merawatnya."
Setelah mendengar apa yang dikatakan bang Mail, anak-anak sedikit lega. Namun perasaan bersalah masih tetap menggelayuti mereka terutama Piyan cs.
Mail  :"Tapi kamu sudah sempat membacanyakan Piyan?"
Piyan  :"Sudah bang"
Mail  :"Kalo begitu, kamu harus menceritakan kepada yang lainnya dongeng yang sudah kamu baca yang masih terekam dimemory kamu."
Piyan  :"Siap bang"
Mail  :"Ayo adik-adik, kita dengar dongeng yang akan diceritakan Piyan.
Piyan mengambil tempat  dan segera menceritakan dongeng yang sudah dia bacanya. Anak-anak yang lainpun mendengarkan dengan seksama. Langit tampak begitu indah sore itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar